Pulang Kampung, Perjalanan yang Selalu Dirindukan
Lagu usang dari Tom Jones, "Green Green Grass of Home" mendadak masuk di salah satunya group pembicaraan Whatsapp. Walau liriknya tidak tepat memvisualisasikan situasi kampungku, tetapi lagu ini minimal berhasil bawa lamunanku terbang jauh ke kampung halamanku nun jauh disana.
Kata orang, seindah-indahnya negeri orang, masih bertambah indah negeri sendiri. Sebagus-bagusnya kota lain, masih bertambah menarik kampung halaman sendiri. There's no place like hometown. Jangan menanyakan kenapa. Ada satu perasaan yang tidak membutuhkan keterangan. Ada sejuta masa lalu yang begitu kemungkinan terlewatkan.
Buat beberapa perantau, pulang kampung alias pulkam ialah satu ritual tahunan, baik dekati Lebaran atau mendekati Natal serta akhir tahun. Tapi, tidak semua punyai peluang semacam itu. Bisa jadi sebab unsur geografis yang terbentang begitu jauh serta akses transportasi yang terbatas.
Karena sebab ongkos perjalanan yang terkadang demikian tega menyobek tabungan. Satu perihal yang tentu, beberapa teman-temanku di Jakarta tidak dapat pulkam. Lahirnya di Jakarta serta jelas tidak punyai kampung. Hmm, terkecuali lahirnya di Kampung Ambon, Kampung Bali, Kampung Melayu, dan lain-lain, yang semua masih tetap di ibukota Jakarta.
Betapapun, semasa sangat mungkin, siapakah yang tidak senang pulang ke kampung? Baru gagasan ke kampung saja, imajinasi kita telah menyusul kita kesana.
Senja di Tobelo - Halut. Sumber: koleksi pribadi Narasi pulang kampung benar-benar universal. Bukan hanya di Indonesia, dan juga di China, India, serta banyak negara Asia yang lain. Ada kesamaan adat serta kultur, walau ada dalam zone waktu tidak sama serta bentang jarak yang demikian jauh. Tentu saja periode pulkam nya tidak sama satu yang lain, sesuai dengan hari-hari libur besar yang panjang.
Sekarang ditengah-tengah epidemi covid-19 yang belum berkurang, rasa rindu akan kampung yang jauh di mata, tetapi tetap dekat di hati, kembali lagi menyodok antara banyak sekali 'rasa ingin' lainnya. Ah, telah lama saya belum menengokmu lagi duhai kampungku yang jauh di timur.
Keinginan ini semakin menggebu-gebu, saat membaca beberapa artikel menarik dari banyak teman dekat Kompasianer. Dari seputar danau Kerinci, pulau Sumbawa, Labuan Bajo, Lereng Merapi, sampai narasi sekitar Halmahera yang sering dicatat Kompasianer Fauji Yamin.
Lantas dimana kampungku?
Peta Pulau Halmahera. Sumber: www.indonesia-tourism.com Bila terlatih buka aplikasi google map, tulis saja kata "Tobelo", tentu mesin perayap akan bergegas menunjukkan dalam sepersekian detik. Mujur jaman saat ini ada google map. Di buku-buku Atlas jaman dahulu, nama kampungku, serta kota kecamatan tidak akan berada di peta mana saja.